Kamis, 19 Maret 2009

PERAN SANGKURIANG DAN DANGHYANG SUMBI DALAM LEGENDA GUNUNG TANGKUBANPARAHU

PERAN SANGKURIANG DAN DANGHYANG SUMBI DALAM LEGENDA GUNUNG TANGKUBANPARAHU





Suatu kajian Hermeneutika terhadap Legenda dan Mitos Gunung Tangkubanparahu dengan segala aspeknya
Legenda tentang terjadinya Gunung Tangkubanparahu sangat dikenal di Tatar Sunda, disebut pula sebagai sasakala terjadinya Talaga Bandung atau dongeng Sangkuriang. Adapun tokoh Danghyang Sumbi yang seharusnya menjadi esensi maknawi dalam mitos ini sering tersisihkan oleh peran Sangkuriang - puteranya. Wacana yang tersaji kali ini adalah upaya untuk mengarifi nilai-nilai mitos yang terkandung dalam legenda gunung Tangkubanparahu, sehingga mempunyai nilai tambah bagi pemaknaan kita terhadap wawasan budaya lokal.


MITOS SEBAGAI ACUAN PANDANGAN HIDUP

Berbincang tentang mitos akan berkaitan erat dengan legenda, cerita, dongeng semuanya termasuk kelompok folklore. Mengenai mithos C.A. van Peursen (1992:37) mengatakan sebagai sebuah cerita (lisan) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Inti dari mitos adalah lambang-lambang yang menginformasikan pengalaman manusia purba tentang kebaikan-kejahatan, perkawinan dan kesuburan, dosa dan proses katarsisnya. Sedangkan Rene Wellek & Austin Warren (1989) menyebutnya sebagai cerita anonim mengenai penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib manusia, tingkah laku dan tujuan hidup manusia serta menjadi alat pendidikan moral bagi masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

Mengacu kepada pendapat di atas ternyata mitos yang dikandung dalam legenda adalah sumber pengetahuan mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dalam segala aspeknya. Disusun dalam bentuk cerita sastra (sastra lisan) sebagai alat transformasinya, sebab bentuk cerita lisan mempunyai pola struktur dan alur yang cukup ajeg. dalam menuntun ingatan orang sehingga mudah untuk seseorang menuturkannya kembali.


HERMENEUTIKA ILMU TENTANG PENAFISRAN

Kegiatan manusia tidak terlepas dari kemampuan untuk menafsirkan terhadap apa pun yang dialaminya. Hasilnya adalah didapatkannya arti dan makna dari yang ditafsirkannya. Arti adalah hubungan antara sesuatu dengan yang melingkunginya, hubungan teks dengan konteks (Saini KM, 2004). Adapun makna adalah hubungan arti dengan nilai esensial yang dikandungnya. Kemampuan mengartikan dan memaknai sesuatu dalam budaya Sunda disebut dengan kemampuan memanfaatkan Panca Curiga (lima senjata/ilmu), yaitu kemampuan untuk menafsirkan secara: silib, yaitu memaknai sesuatu yang dikatakan tidak langsung tetapi dikiaskan pada hal lain (allude); sindir yaitu penggunaan susunan kalimat yang berbeda (allusion); simbul yaitu penggunaan dalam bentuk lambang (symbol, icon, heraldica); siloka adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma) dan sasmita adalah berkaitan dengan suasana dan perasaan hati (depth aporisma)

Dalam tulisan ini pun penulis menggunakan konsep hermeneutika untuk mencoba menarik arti dan makna yang dikandung dalam legenda Gunung Tangkubanparahu dengan segala aspek yang dikandungnya.
Kaidah lain untuk melakukan analisis, penulis memanfaatkan leksikografi (cara menuliskan kata); etimologi (tentang asal-usul kata), semantik (tentang arti kata) dan semiotika (tentang arti dan makna lambang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar