Sejak jamanHindia Belanda, Gunung Tangkuban Parahu telah banyak memikat orang, selain keindahan alamnya, cerita Legenda Sangkuriang yang melatarbelakangi gunung ini juga telah ikut berperan dalam menarik wisatawan, terutama wisatawan nusantara. Ir Poldervaart dan Bandoeng Vooruit membuat jalan hingga ke puncaknya.
Wisatawan terus berdatangan, untuk menyaksikan kawah dan puncaknya.Kritik pujangga terhadap bangsawan, dipadu dengan cerita mengenai kejadian alam yang terjadi di daerah Bandung dan sekitarnya, , menjadi paduan yang tepat dan menjadi magnet bagi datangnya wisatawan ke gunung tersebut. Arti filosofis dari cerita ini sendiri, berupa nilai-nilai kearifan orang sunda, tidak begitu difahami oleh kebanyakan orang sunda jaman sekarang. Jika kita kaji kembali, maka ada beberapa lintasan perkembangan yang telah dilalui Gunung Tangkuban Parahu, seiring dengan perbahan masyarakat di sekitarnya , khususnya masyarakat sunda. Pada jaman dahulu, alam dipandang manusia sebagai tempat hidup/mengembaranya saja, kemudian ketika alam bergejolak manusia mulai memahami alam sebagai gejala adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur alam semesta (sadar akan adanya kekuatan transenden). Manusia Bandung purba pun demikian, ketika menyaksikan letusan Gunung Sunda, terjadinya Danau Bandung, dan Gunung Tangkuban Parahu, mereka mengartikannya sebagai sebuah perlambang dari hal yang lebih besar lagi, bahwa semua gejala alam memberikan pelajaran bagi manusia, bahwa kejadian alam mengandung arti filosofi manusia, para pujangga waktu itu kemudia membuat pantun untuk mengungkap kejadian geologis beserta filosofi yang terkandung di dalamnya. Para pujangga juga dengan cerdik menyindir perilaku para keturunan raja dengan kebiasaanya mengembara cinta. Maka jadilah Legenda Sasakala/Asal Muasal Danau Bandung/ Sangkuriang/ Gunung Tangkuban Parahu.
Penulis berpendapat, pada perkembangan selanjutnya, kegiatan manusia menyaksikan kejadian alam ini menjadi awal kegiatan wisata. Namun legenda Tangkuban Parahu ikut mewarnai kegiatan wisata tersebut, bahkan mendukung perkembangan Gunung Tangkuban Parahu menjadi suatu objek wisata alam yang potensial untuk perkembangan Kota Bandung dan sekitarnya. Namun pada lintasan perkembangan tersebut, kegiatan wisata hanya merupakan milik bangsawan saja. Pada lintasan selanjutnya, dimana ilmu berkembang luas, kesejahteraan meningkat, dan berkembangnya modernisasi, maka kegiatan wisata juga merupakan milik rakyat, para geologist/pecinta alam juga ikut mewarnai dan menyerukan konservasi alam Gunung Tangkuban Parahu. Penulis berpendapat, kelak, mungkin antara mereka (pemerintah,geologist/pecinta alam) akan bekerjasama/bernegosiasi.
Objek Wisata Tangkuban Parahu akan dikembangkan menjadi ekowisata/geowisata, namun jika keduanya tidak dapat berkolaborasi, maka ada kemungkinan, penurunan nilai objek wisata ini, karena kerusakan alam yang tak dapat dihindari.Mungkin objek ini tidak akan dikunjungi lagi, walaupun Gunung Tangkuban Parahu masih berdiri tegak mengawal Bandung dan sekitarnya. Potensi gunung tersebut, sebagai wisata berbasis geologi atau geowisata/ekowisata harus dikembangkan agar hal itu tidak terjadi.Legenda Tangkuban Parahu menjadi pelengkap yang mengungkap sisi menarik lain dari Tangkuban Parahu.
Pada dasarnya cerita tersebut merupakan jawaban manusia Bandung prasejarah atas kejadian bumi yang dahsyat. Bagaimana jawaban manusia Bandung zaman sekarang, bisa menjadi pelengkap yang menambah sempurna daya tarik objek wisata tersebut menjadi daya tarik wisata milik Kota Bandung dan sekitarnya. Dalam perjalanan menuju gunung tersebut, ajaklah wisatawan untuk membayangkan Bandung Purba! Ketika melewati pendopo Bandung, ajak mereka untuk membayangkan bahwa mereka berada di dasar Danau Bandung pada kedalaman 10-15 m. Sedangkan Sungai Citarum di Jembatan Dayeuh Kolot, merupakan dasar danau dengan kedalaman 50-65 m dari permukaan air danau Bandung Purba. Ceritakan Gunung Tangkuban Parahu merupakan anak gunung Sunda yang meletus dengan dahsyat. Ketika Gunung Tangkuban Parahu meletus, materialnya menahan aliran Citarum Purba, secara bertahap dalam waktu yang lama daerah ini menjadi Danau Bandung Purba. Pada saat itu juga terjadi gesekan air danau dengan Pasir Kiara di selatan Rajamandala, hingga terjadilah erosi dan air Danau Bandung Purba menyusut. Bagi para geologist tentu saja kajiannya lebih dalam, setelah menghubungkan Legenda Tangkuban Parahu dengan sejarah geologi Kota Bandung, mungkin tracking di kawasan sekitar gunung tersebut, akan menjadi satu paket wisata yang menarik dan unik bagi mereka.
Sumber :
Brahmantyo, Budi,2004.Bandung Purba,Masyarakat Geografi Indonesia, Bandung Brahmantyo, Budi.2006.Geowisata, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Geologi, Bandung
Suryalaga, Hidayat. Peran Sangkuriang dan Danghyang Sumbi dalam Legenda Tangkuban Parahu, Sunda.Net.Com – diakses tanggal 18 Mei 2007)
Kamis, 19 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar